Minggu, 23 Juni 2013

inspirasi

Bardiju: Banjir Pesanan Produk Daur Ulang

Hanya bermodalkan blender, bak, dan alat sablon sederhana, Bardi merintis bisnis produk daur ulang. Tiap minggu, ia mendapatkan pasokan kertas bekas dari sejumlah perusahaan yang sudah menjalin kerjasama denganBardiju. Selain melayani pasar lokal, ia pun mendapatkan pesanan dari Jepang.
Manusia masa kini seakan tak lepas dari kertas. Tengok apa yang Anda buang hari ini, struk pembelian dari minimarket dekat rumah, kertas bungkus makanan, tisu, atau koran edisi kemarin. Semua serba kertas.
Beruntung, sebagian masyarakat sudah paham dan menerapkan prinsip 3R alias reduce, reuse, recycle. Untuk mengurangi pemakaian kertas (reduce), sudah banyak yang memanfaatkan kedigdayaan e-mail ketimbang mengirimkan surat berlembar-lembar. Adapun reuse (menggunakan kembali) sering dilakukan dengan menggunakan kertas bekas yang belakangnya masih kosong untuk nge-print sesuatuSedangkan recycle(mendaur ulang) bisa dilakukan dengan menyulap kertas bekas menjadi produk-produk menarik, seperti yang dilakukan Ambardi Nasution.
Meski Bardi, sapaan akrab Ambardi tinggal di kawasan yang diapit gedung-gedung tinggi, ia ternyata lebih nyaman bekerja di rumah dan melakukan hal-hal yang bersinggungan dengan alam. Ketika Majalah DUIT!menyambangi rumah Bardi yang berada di Tomang, Jakarta Barat, teronggok beberapa gelondong pelepah pisang dan tumpukan kertas bekas.
Jangan kaget dulu, Bardi adalah perajin yang memanfaatkan pelepah pisang dan kertas bekas. Lewat tangannya, “sampah” bisa menjadi produk bermanfaat, seperti paper bag, amplop, kotak-kotak penyimpanan, dan lampion.
Blender Pembuat Bubur Kertas
“Saya senang menciptakan dan mendesain sesuatu. Dari kertas koran bekas pun saya bisa menjadikannya benda yang bermanfaat,” papar pria kelahiran Jakarta, 29 Juli 1973 ini, membuka percakapan dengan Majalah DUIT!
Setelah menggenggam gelar kesarjanaan dari Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Bardi mempelajari bisnis pengolahan limbah kertas. Meski waktu itu ia ngekos di kota Gudeg, ia rela mengikuti pelatihan pembuatan kertas daur ulang hingga ke Bandung dan Jakarta. Rupanya, ia berburu ilmu tak hanya dari satu guru. “Saya mencoba menggabungkan berbagai teknik daur ulang,” kisah Bardi.
Setelah mengikuti pelatihan tersebut, ia pun tidak hanya mempraktekkan apa yang telah ia pelajari di pelatihan tersebut. Ia pun mencoba berbagai teknik yang tidak dibahas dalam pelatihan yang ia ikuti. “Pelatihan yang saya ikuti tidak memberikan detail-nya. Lalu, saya mencoba berinovasi sendiri,” ujar pria yang memiliki hobi membaca ini.
Berbekal ilmu yang telah ia kuasai, pada 9 Juli 2006, ia merintis bisnis produk daur ulang dengan brand Bardiju, yang diambil dari singkatan nama Bardi dan Juli (bulan kelahiran Bardi sekaligus waktu pendirian usaha). Untuk modal, ia menggelontorkan uang Rp1 juta. Agar lancar, tak lupa ia membuat website www.bardiju.com agar masyarakat lebih mengenal bisnisnya.
Di tahun pertama, ia tidak memproyeksikan keuntungan yang besar. Di tahun tersebut, ia hanya mengerjakannya seorang diri. “Saya mengerjakan semuanya sendiri karena saat itu saya belum banyak pesanan,” imbuh Bardi. Ia mengaku lebih menyukai bekerja sendiri daripada bekerja di perusahaan orang lain. Ia beranggapan bahwa dengan bekerja sendiri, ia memiliki kebebasan dalam menuangkan ide-idenya.
Ternyata, untuk memulai usaha ini, Bardi hanya bermodalkan alat-alat sederhana, bahkan bisa ditemui di sekitar kita. Sebut saja, blender, bak, dan saringan sablon. “Blender ini untuk menghancurkan kertas atau pelepah pisang yang sudah dipotong kecil-kecil dan dicampur sedikit air,” ungkap dia. Setelah itu, bubur adonan dimasukkan ke dalam bak untuk diencerkan. Setelah itu, bubur adonan dicetak dengan alat saringan sablon, agar membentuk lembaran tipis. Setelah itu, lembaran pun dijemur. Begitu sederhana.
Menurut Bardi, proses paling krusial adalah pencetakan adonan menjadi lembaran tipis, dengan bantuan saringan sablon. Setidaknya, proses dari penghancuran bahan hingga siap menjadi lembaran kertas daur ulang, memakan waktu hingga dua hari.
Kertas Pembungkus untuk Jepang
Tentu saja, agar bisnis berjalan kontinyu, Bardi harus mendapatkan bahan baku pembuatan produk daur ulang, seperti koran dan kertas bekas, atau pelepah pisang. Untuk koran dan kertas bekas, Bardiju mendapatkan kiriman dari sejumlah perusahaan yang sudah menjalin kerjasama dengannya. Selain itu, ia juga mendapatkan pasokan dari masyarakat sekitar. “Kadang, masyarakat menghubungi kami agar mengambil koran atau kertas bekas di rumah mereka,” terang pria pehobi travelling ini.
Adapun pelepah pisang, ia dapatkan dari pengepul pisang di kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat dengan harga Rp4.000 per kg. Belakangan, Bardi membeli sebidang lahan kosong di daerah Bekasi untuk ditanami pohon pisang. Selain mendapatkan buah dan daun pisang yang laku dijual di pasar terdekat, tentu saja, Bardi mendapatkan pasokan pelepah pisang.
Saat ini, Bardiju memproduksi kertas daur ulang berbahan dasar kertas/koran bekas dan pelepah pisang. Adapun produk turunannya adalah paper bag, amplop, kotak, frame foto, lampion, undangan, dan sebagainya. Bardiju mematok harga dengan range antara Rp1.000 hingga Rp100.000 per buah.
Untuk membantu proses produksi, Bardi mempekerjakan tiga karyawan tetap. Jika pesanan membeludak, ia baru menambah jumlah karyawan.
Selama ini, selain melayani pasar lokal, seperti Jabodetabek, Lampung, dan Riau, Bardiju juga memasok produknya ke Jepang. Uniknya, jika pasar lokal gemar produk daur ulang untuk hiasan atau sovenir, pasar Jepang justru meminta produk yang berfungsi sebagai pembungkus, seperti kertas atau kotak.
Lalu, dari mana datangnya kreativitas? “Saya rajin membaca, travelling, dan browsing internet. Itu amat membantu saat pencarian ide segar,” kata Bardi. Selain itu, ia juga rajin berburu produk kompetitor, sekadar membandingkan produk kompetitor dengan milik Bardiju. “Saya juga gemar mengumpulkan berbagai model paper bag buatan perusahaan besar atau asing,” imbuhnya. Tujuannya, kata dia, untuk mempelajari teknik-teknik baru pembuatan paper bag.
Ternyata, tidak hanya memproduksi, Bardiju pun membuat pelatihan pembuatan produk daur ulang. “Agar masyarakat bisa berkreasi dengan barang-barang yang sudah dianggap sampah,” tutur Bardi.
Pelatihan itu sendiri terbagi dua, yakni proses pembuatan kertas daur ulang dan pembuatan produk dari bahan daur ulang. Untuk pelatihan proses pembuatan kertas daur ulang, ia mematok biaya pelatihan Rp750.000. Adapun pelatihan pembuatan produk dari bahan daur ulang, ia memungut biaya pelatihan Rp500.000. Masing-masing pelatihan hanya butuh waktu satu hari.
Selain itu, Bardi juga sering menjadi pembicara di forum-forum yang membahas lingkungan atau prinsip reduce, reuse, recycle.
Menurut Bardi, penghasilan “sampingan” selain memproduksi kertas dan produk daur ulang cukup signifikan. Menurut perhitungan Majalah DUIT!, dari memproduksi dan memberi pelatihan pembuatan produk daur ulang, Bardiju mampu mengumpulkan omzet sekitar Rp10 juta per bulan. Tentu saja, angka itu bakal naik-turun sesuai banyaknya permintaan dari masyarakat. Mhm, menarik juga..  $$$ ARI WINDYANINGRUM DAN ASWIN CAHYADI 

Bardiju 
Jl. Letjen S Parman I. No. 6, Tomang
RT 003/RW 08, Jakarta Barat
Telp : 08129522585
Faks : 021-5673516
e-mail : bardiju@gmail.com
http://www.bardiju.com

Boks:
Membuat Kertas Daur Ulang Ternyata Tak Sulit 
  1. Sebelum proses mencetak, Anda harus menentukan tekstur, warna, dan karakter kertas yang akan dibuat. Hal ini berkaitan dengan bahan baku yang bakal dipakai.
  2. Pilah-pilih kertas bekas yang akan dipakai sebagai bahan baku. Secara umum, ada dua jenis kertas yang dipakai, yakni HVS dan koran. Kualitas hasil kertas daur ulang dari kelompok kertas HVS biasanya lebih putih, bersih, kuat, dan halus. Sedangkan kertas daur ulang dari kertas koran biasanya terlihat suram, kotor, dan kekuatan regangan kurang baik.
  3. Setelah dikelompokkan, potong kecil-kecil, dan rendam semalaman agar mudah dihancurkan dengan blender.
  4. Saat memblender, tambahkan sedikit air. Proses ini untuk membuat bubur kertas.
  5. Campurkan bubur kertas ke dalam bak cetak yang berisi campuran air dan lem. Untuk menentukan perbandingan campuran, tidak ada patokan pasti. Pada tahap ini, Anda bisa menambahkan bahan pewarna dan bahan campuran lain, seperti pelepah pisang, daun kering, bunga kering, dan sebagainya.
  6. Untuk menghasilkan kertas daur ulang yang rata dan berkualitas, pastikan adonan bubur tercampur sempurna. Kemudian, masukkan screen cetakan, angkat, dan biarkan sesaat agar air menetes. Setelah itu, letakkan pada alas cetak dan masuk ke proses pengeringan.
  7. Setelah rampung, jemur di bawah terik matahari atau angin-anginkan di tempat yang teduh. Tidak terlihat perbedaan menyolok pada hasil lembaran kertas daur ulang yang dijemur dengan dua cara di atas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar