Rabu, 24 September 2014

5 Cara Menulis Paragraf Pertama Seperti Cerpenis Kelas Dunia

by Anto Dachlan

kumpulan cerpen klasik dunia fiksi lotus
Bagaimana cara cerpenis kelas dunia menulis paragraf pertama ?
Tugas paragraf pertama sebuah cerpen adalah menarik orang agar membaca paragraf berikutnya.
Baik, Anda paham.
Pertanyaannya, bagaimana cara membuat paragraf pertama yang menarik ?
Menulis paragraf pertama pada draft awal mungkin bukan perkara sulit. Anda hanya perlu menulis tanpa mengedit, seperti nasihat Guy de Maupassant:
Untuk memulai menulis cerita, Anda cukup menggoreskan hitam diatas putih –> Click to tweet
Namun saat merevisi draft awal, Anda wajib mencemaskan paragraf pertama. Jika paragraf pertama Anda gagal menunaikan tugasnya, alamat sia-sialah seluruh kerja keras Anda.
Anda tidak mau itu terjadi, bukan ? Jadi pada posting ini kita akan belajar menulis paragraf pertama……dan kita akan mempelajarinya dari cerpen-cerpen klasik dunia.
Tapi mengapa dari cerpen-cerpen klasik dunia?
Karena cerpen-cerpen klasik terbukti bertahan melewati waktu, antara lain karena daya tarik paragraf pertamanya…..Selain soal selera. Juga.

5 Cara Menulis Paragraf Pertama Sebuah Cerpen

Sedikitnya ada 5 cara menulis paragraf pertama yang bisa ditiru dari cerpen-cerpen klasik.
Catatan : Anda bisa membaca utuh contoh cerpen-cerpen dibawah pada Fiksi Lotus (Maggie Tiojakin)… 2 diantaranya  termasuk dalam buku Kumpulan Cerpen Klasik Dunia Fiksi Lotus vol.1 (Gramedia Pustaka Utama, 2012).  Volume 2-nya akan terbit awal tahun 2013.
Berikut kelima cara tersebut :

1. Memunculkan Masalah Yang Harus Diselesaikan Oleh Karakter

Pembukaan ini favorit para penulis. Pembaca (dan manusia umumnya) tertarik pada masalah – khususnya yang terjadi pada orang lain.
Mari kita lihat contohnya pada cerpen The Gift Of The Magi (1906) karya O. Henry.
Satu dolar dan delapan puluh tujuh sen. Cuma itu. Bahkan, enam puluh sen dari jumlah itu terdiri dari uang receh bernilai satu sen-an, hasil simpanannya selama ini—yang didapatnya dengan cara mendesak tukang sayur, tukang daging dan penjaga toko kelontong agar sudi menjual dagangan mereka kepadanya dengan harga termurah. Proses tawar-menawar itu tidak jarang membuatnya malu, hingga pipinya memerah, sebagaimana semua orang pasti merasakan hal yang sama jika mereka ada di posisinya. Tiga kali sudah Della mempermalukan diri. Satu dolar dan delapan puluh tujuh sen. Lebih sial lagi, besok adalah Hari Natal.
Contoh pembukaan diatas lansung mengetengahkan pokok persoalan yang harus diselesaikan oleh karakter (Della) :
Satu dolar dan delapan puluh tujuh sen. Cuma itu…
…… besok adalah Hari Natal.
Emosi pembaca terhubung dengan cerita karena mengangkat masalah yang familar. Di Indonesia, sebagian besar kita mengalaminya –minimal- sekali setahun (cukup mengganti Natal dengan Lebaran).
Untuk menonjolkan masalah, O. Henry mendramatisir latar belakang karakter yang hidup pas-pas-an.
Lewat detail; Uang recehMendesak pedagang untuk memberikan harga termurah. …membuatnya  malu hingga pipinya merah…. O. Henry menunjukkan beban hidup keseharian karakternya. Informasi ini dengan sendirinya meningkatkan intensitas masalah.

2. Memulai Dengan Aksi

Jenis pembukaan ini lansung melompat ke tengah cerita. Tanpa latar belakang.
Sebuah insiden memotong semua latar belakang yang bertele-tele (biasanya hadir dalam draft awal)…tepat saat aksi karakter mengambil alih cerita.
Contohnya cerpen The Man Who Shouted Teresa karya penulis Italia, Italo Calvino.
Aku menjauh dari trotoar, berjalan mundur beberapa langkah dengan wajah tengadah, lalu dari tengah jalan, seraya mengatupkan kedua tangan agar membentuk corong di sekitar mulut, aku berteriak sekeras-kerasnya: “Teresa!”
Teknik membuka cerpen dengan aksi mengacu ketat pada prinsip show don’t tell(tunjukkan, jangan katakan).
Lihat bagaimana Italo Calvino menunjukkan aksi tokoh ‘Aku’ lewat rincian; Menjauh, berjalan mundur, wajah tengadah, mengatupkan tangan
Menunjukkan membuat adegan lebih hidup. ketimbang hanya mengatakan ‘aku berdiri di trotoar dan berteriak memanggil Teresa’.

3. Memberikan Garis Besar Cerita

Pembaca bisa mengidentifikasi garis besar cerita hanya dengan membaca paragraf pertama.
Namun hati-hati menggunakan jenis pembukaaan ini. Menampilkan seluruh garis besar cerita sama saja menyuruh pembaca Anda pergi. Karena itu, jenis pembukaan ini sengaja menahan informasi penting mengenai motif karakter (alasan mengapa kisah terjadi).
Contohnya cerpen Pesta Makan Malam (1973) karya Roald Dahl, seorang penulis dan penyair asal Inggris.
Begitu George Cleaver resmi menjadi seorang jutawan, dia dan istrinya, Mrs. Cleaver, pindah dari rumah kecil mereka di pinggiran kota ke sebuah rumah mewah di tengah kota London. Pasangan itu kemudian menyewa jasa seorang koki asal Prancis, Monsieur Estragon, dan seorang pelayan berkebangsaan Inggris, Tibbs—dengan tuntutan gaji yang sangat besar. Dibantu oleh kedua orang tersebut, pasangan Mr. dan Mrs. Cleaver pun berniat menaikkan status sosial mereka dan mulai mengadakan pesta makan malam yang luar biasa mewah sebanyak beberapa kali seminggu.
Pembaca bisa mengetahui, kalau cerpen ini berkisah tentang rencana pasangan Cleaver untuk meningkatkan status sosial mereka.
Dikatakan garis besar, juga, karena telah memperkenalkan karakter, yang terdiri dari Mr & Mrs. Cleaver, koki Estragon, dan pelayan Tibbs. Mengandung benih konflik antara pasangan Cleaver Vs. Koki & pelayan yang menuntut gaji besar…serta latar di rumah mewah kediaman pasangan Cleaver.
Yang tersisa hanya alasan; kenapa ?
Kenapa untuk meningkatkan status sosial, pasangan Cleaver mesti menggelar pesta-pesta makan malam yang mewah …sampai rela menggaji mahal seorang koki asal Perancis ?
Roald Dahl  sengaja menahan informasi tersebut sebagai trik menarik orang membaca.

4. Mengisyaratkan Bahaya (Ketegangan)

Pembukaan ini memberi pertanda kepada pembaca tentang bahaya yang menghampiri karakter – Manusia menyukai ketegangan, sebenarnya.
Contohnya bisa dilihat pada cerpen The Interlopers (1919) karya Saki (nama pena dari Hector Hugh Munro), seorang penulis asal Inggris
Di tengah rimbunnya pepohonan dalam sebuah hutan lebat di belah timur tebing Pegunungan Carpathian, seorang pria berdiri tegap mengawasi sekelilingnya. Saat itu musim dingin, dan ia tampak seolah sedang menunggu monster hutan datang menghampirinya, dalam jangkauan pandangannya, agar kemudian dapat ia bidik dengan senapan berburunya.
Saki mengirim pertanda bahaya melalui :
– Karakterisasi ; ….berdiri tegap mengawasi sekelilingnya…dan ..tampak seolah menunggu monster hutan.
– Latar ; …Pegunungan, tebing, hutan lebat, musim dingin, dan…
– Peralatan untuk membunuh berupa…. senapan berburu.

5. Menampilkan Lokasi Cerita

Membuka dengan tempat kejadian hanya jika tempat tersebut berperan besar dalam cerita.
Contohnya seperti cerpen A Clean, Well-Lighted Place (1926) karya karya Ernest Hemingway.
Saat itu larut malam dan semua orang beranjak meninggalkan café tersebut kecuali seorang pria tua yang duduk dalam bayang-bayang dedaunan pohon yang berdiri kokoh di samping sebuah lampu listrik. Di siang hari, jalanan di depan café sarat akan debu kotor, namun di malam hari embun yang terbentuk di udara serta-merta menyingkirkan serpihan debu dari permukaan jalan. Itulah sebabnya si pria tua senang duduk di café saat semua orang justru ingin pulang ke rumah, karena ia tuli dan di malam hari suasana di jalan tersebut berubah sunyi, seolah membawanya ke alam lain.
Pembukaan ini memberi petunjuk kepada pembaca adanya hubungan spesial antara lokasi kejadian dengan karakter ….dan tema cerita secara keseluruhan – Hemingway sudah mengisyaratkan itu melalui judul. Juga.
Dengan kata lain, sebuah lokasi sekaligus merepresentasikan karakter & tema itu sendiri.
Lihat contoh diatas. Hemingway meminjam tempat sebagai media karakterisasi…Visualisasi lokasi cerita mewakili sifat penyendiri karakter si pria tua. Itulah tipe pria-pria berjiwa rentan, kesepian, dan biasanya mengidap insomnia – itu sebabnya memilih kafe (yang bercahaya terang). Bukan bar.
Catatan : tidak ada alasan pribadi kenapa saya memilih cerpen ini sebagai contoh :)

Paragraf Pertama Memancing Pertanyaan Pembaca

Paragraf pertama sebuah cerpen menarik karena memicu rasa ingin tahu pembaca.
Pertanyaan menyuap orang agar meneruskan bacaan.
Meski kelima paragraf pertama cerpen diatas berbeda, namun semuanya memancing pertanyaan dibenak pembaca :
- Membuka dengan masalah yang harus diselesaikan oleh karakter
Pembaca ingin tahu bagaimana karakter menyelesaikan masalah ? Perubahan apa yang terjadi pada diri karakter setelah melewati masalah ? (resolusi).
- Membuka dengan aksi (insiden)
Apa maksud karakter melakukan aksi (insiden) ?
- Membuka dengan garis besar cerita… TAPI menahan informasi penting mengenai motif; kenapa karakter melakukan sesuatu?
- Membuka dengan pertanda bahaya (ketegangan)
Apakah karakter berhasil melewati bahaya ? Apa  yang akan terjadi dengannya ?
- Membuka dengan menampilkan lokasi cerita
Mengapa tempat tersebut istimewa ? Apa hubungan lokasi cerita dengan karakter…dan tema cerita secara keseluruhan?

…Satu hal lagi. Selalu menampilkan karakter dalam paragraf pertama.

Ada alasan mengapa kelima pembukaan cerpen diatas lansung memperkenalkan karakternya. Penulisnya tahu sifat dasar manusia. Setelah semua, manusia paling tertarik dengan sesamanya. Itu sebabnya kehadiran karakter, atau nama orang, lansung menarik perhatian pembaca.
Sangkalan : Belum ada teknik menulis yang berlaku efektif bagi semua penulis… Teknik menulis yang sama tidak menjamin hasil yang sama ditangan dua penulis berbeda.

4 Tips Menulis Cerpen Dari Penulis Legendaris

by Anto Dachlan

kumpulan cerpen klasik dunia
Mengapa kumcer ini wajib dibaca oleh penulis fiksi ?
Rekreasi (re-creare) penting bagi anda, penulis cerpen.
Apakah anda pernah pernah tiba-tiba kehilangan gagasan. Writers block ?
Nah, itulah waktu yang tepat untuk be-rekreasi.
Didunia nyata, orang-orang gemar berekreasi ke situs-situs warisan masa lampau. Menilasi mahakarya generasi sebelum mereka, dan mencoba membawa inovasi itu kemasa yang lebih kini.
Seorang penulis cerpen bisa menirunya dengan membaca kembali karya para penulis terdahulu.
Tentu ada alasan, mengapa cerpen-cerpen mereka bisa tetap hidup disaat penulisnya –sudah- tidak. Dibalik sebuah cerpen, pasti ada rahasia teknik menulis cerpen yang melatarbelakangi proses penciptaannya.
Salah satu manfaat rekreasi adalah kesempatan mempelajari teknik tersebut.

Membaca Cerpen 2 Kali

Saya sendiri membaca cerpen yang sama –selalu- dua kali.
Membaca pertama sebagai pembaca. Cerpen bisa memberi hiburan, melemaskan syaraf, mengasah kepekaan, menajamkan otak. Cukup sering saya membaca cerpen dengan tujuan hendak memicu syaraf geli (humor) dan rasa haru belaka –terharu itu sama pentingnya dengan tertawa-.
Membaca kedua saya lakukan dalam posisi sebagai penulis.
Bila saya tertarik membacanya, hampir pasti saya pun tertarik untuk bisa menulis cerpen seperti itu. Saya menelusuri kembali kata demi kata, kalimat, paragraf, dalam cerpen bersangkutan, mencoba menemukan keberadaan pola-pola tertentu yang menyusun struktur ceritanya.
Pada kesempatan re-kreasi beberapa hari lalu, saya mencoba menginventarisir ‘rahasia’ menulis cerpen para legenda (beberapa diantaranya adalah Nobelis).
Update : Terima kasih pada Maggie Tiojakin yang telah menerjemahkan cerpen-cerpen klasik ini ke dalam Bahasa Indonesia. Sekarang pembaca bisa memilikinya dalam bentuk buku Kumpulan Cerita Pendek Klasik Dunia Vol.1. Anda bisa mendapatkannya di toko buku Gramedia terdekat.
Saya membaca ulang, via Fiksi Lotus, antara lain cerpen-cerpen klasik dunia :
Just Lather, That’s All  karya penulis Kolumbia, Hernando Tellez (1908-1966);
The Necklace karya Guy de Maupasant (1850-1893);
Cat In The Rain Ernest Hemingway (1898 – 1961);
The Bet karya Anton Chekov (1860 -1904);
My Lord, The baby karya Rabindranath Tagore (1861 -1941);
God Sees The Truth, But Waits karya leo Tolstoy (1828 -1910); dan..
War karya Luigi Pirandello (1867 -1936).
Sedikitnya ada 4 ‘jurus’ yang mirip diantara mereka, dipergunakan dalam proses penulisan cerpen.

1. Pesan dalam Cerpen

Ide cerita kalau tidak berbasis karakter, akan berbasis plot.
Penulis termotivasi menulis cerpen karena menemukan sosok karakter yang menarik untuk diceritakan, lalu merangkai sebuah plot bagi karakter tersebut.
Atau sebuah alur cerita tiba-tiba muncul dalam kepala, kemudian penulis menciptakan sederet karakter untuk memerankan jalannya cerita.
Pembaca tidak bisa menebak, lagipula tidak penting bagi mereka, darimana penulis memulai menyusun sebuah cerita.
Lalu apa yang menyebabkan karya-karya cerpenis legendaris diatas tetap populer hingga kini ?
Jawabnya adalah cerpen mereka mampu menyampaikan pesan –moral cerita- yang kuat kepada pembaca.
Saya curiga, penulis kawakan selalu memulai menulis cerita dengan pertanyaan; Pesan apa yang hendak saya sampaikan melalui cerpen ini ?
Cat In The Rain berisi pesan tentang cinta setelah perkawinan hanya bisa diwujudkan melalui tindakan;
The Necklace memberi pesan gengsi ternyata jauh lebih mahal ketimbang perhiasan;
Just Lather, That’s All menitip pesan bahwa integritas setiap manusia hanya bisa dinilai atas komitmennya menjalankan tugas dan profesi masing-masing.
Hanya saja, memasukkan pesan kedalam cerita adalah hal lain. Butuh keterampilan –berbeda tiap penulis- untuk itu.
Contoh buruk penyampaian moral cerita bisa anda lihat pada tayangan sinetron religi. Karakter bersorban, bergamis, tiba-tiba muncul menyitir isi kitab suci dihadapan karakter antagonis yang lansung bertobat setelah mendengar nasehat itu.
Moral cerita bukan dialog (ucapan karakter) yang berisi ayat-ayat suci, nasehat-nasehat kebajikan (hindari kejaharan dan perbanyak kebaikan).
Pesan cerita tidak harfiah, atau muncul tersurat berbentuk teks dalam cerita.
Moral cerita adalah kesimpulan yang ditarik dalam persepsi pembaca begitu selesai membaca.
Moral cerita adalah ruh, spirit, sosok imajiner yang tersebar secara merata, utuh, pada semua elemen cerita; Karakter, setting, konflik & resolusi.
Bahasa adalah sosok fisik cerita, moral/pesan adalah sosok psikisnya. Moral ada tapi tidak teraba.

2. Cerpen itu Terus Terang

Cerpen dikategorikan sebagai prosa. Tepatnya prosa naratif fiktif.
Prosa berasal dari bahasa latin ‘prosa’ yang artinya ‘terus terang’, dimana bahasa yang dipakai lebih sesuai dengan arti leksikalnya.
Cat In The Rain karya Heminway contohnya, Mustahil menemukan kalimat puitis atau multitafsir didalamnya.
Kalimatnya mengalir lugas, sederhana, dan tidak bertendensi menyembunyikan makna lain diluar arti leksikalnya.Sebagai pembaca, kita ingin membaca cerita, yang meski fiktif, tidak beda jauh dengan kenyataan yang kita temui.
Pembaca ingin fokus pada alur cerita, tidak mau direpotkan lagi dengan keharusan menafsirkan makna tersembunyi dibalik teks.
Penyair yang beralih menjadi cerpenis, sering didapati melakukan ‘manipulasi’ semacam ini.
Jadi, pakailah bahasa terus terang yang umum dipahami khalayak.

3. Dialog lebih banyak

Porsi dialog berbanding narasi dalam cerpen-cerpen rujukan diatas berkisar 80 % : 20 %.
Pembaca menyukai karakter berdialog dengan sesamanya. Pembaca merasa dilibatkan dalam cerita.
Cerita lebih hidup dengan dialog, hingga membaca menjadi pengalaman yang mirip dengan menonton drama atau sinema.
Narasi umumnya diselipkan sekedar pengantar transisi antar adegan.
Pembaca bisa menjadi pasif oleh sebab kebanyakan narasi, dimana kisah melulu diceritakan oleh narator (penulis).
Penulis yang baik ibarat sutradara dibelakang layar, tidak boleh berjejak didalam cerita. Biarkan karakter berinteraksi dengan pembaca lewat dialog-dialognya.

4. Twist Ending

Ini resep menulis yang tak pernah basi. Sebuah kejutan, akhir yang tak terduga.
Coba anda ingat-ingat kembali cerpen yang pernah dibaca. Dua cerpen teratas yang terbersit hampir pasti diakhiri kejutan.
The Necklace karya Guy de Maupasant, contoh yang bagus bagaimana kejutan yang sempurna mengakhiri sebuah cerpen.
Sempurna karena pembaca tidak bisa menduga namun menerima kejutan itu masuk diakal, tidak klise, apalagi diada-adakan.
Tanpa kejutan diakhir cerita, ibarat sayur tak bergaram.
Hindari akhir yang datar, apalagi mengambang. Pembaca menyukai kejutan; ‘ oh, ternyata..

by http://indonovel.com/4-tips-menulis-cerpen/

Me and My Guardian Angel

Hi, my name is Rachel. I had a guardian angel that always with me every day in my life. His name is Jason.


This began when I went to the forest to fetch some firewoods. It was getting dark and I still have nothing. so I decided to keep looking though the air began to cold.
When I was in the middle of the forest. I saw a big tree.
I was so tired, so I decided to sit for a while. When I was sitting around, I suddenly heard a loud enough voice, like someone who speaks it is right behind me.
“hey, you sit on my feet!” said him. I was so frightened and get up from where I was sitting. I took all my stuff and wanted to go immediately. But, when I wanted to leave, I’ve heard that voice again and said “wait… don’t go!”
“who are you?” I asked to him.
“my name is Jason. I was a big tree that you are sitting on earlier.”
“do not joking me okay! A tree talking to me? Are you kidding me?.. come,.. show your self!” I said loudly.
“in fact, I was an angel who was cursed became a big tree. So please help me! I’m begging you.” i agreed to help him, but he had to tell me everything.
Turns ou, he is the angel who was cursed because he fell in love with a woman he met in that forest. As the angel, he was not supposed to fall in love with a human, then he was cursed by the gods into that big tree.
“I’ve been here thousands of years into this big tree. no one was willing to help me because they were afraid when they heard my voice. So please, help me!!”
“But I don’t know how to help you.”
“you just need to break the existing branch at the top end of my body, and I’ll be free of this curse.”
“But, I’m not a good climber and you’re so high. How do I get up there?”
“please… just do what you can do to get up there. I promise, if you can do it, I will be your guardian angel and all your wish will be my command.”
“okay, I’ll try to do my best..”
finally, I was able to free him self from the curse and he became my Guardian Angel who always obeyed my wishes just like his promise.
Cerpen Karangan: Vinda Mambo
Facebook: Vindha Mambo
Selamat Membaca :)

by http://cerpenmu.com/cerpen-bahasa-inggris/me-and-my-guardian-angel-2.html

KUCING KEHUJANAN (Cat in the Rain karya Ernest Hemingway)

Sepasang suami‑istri Amerika singgah di hotel itu. Mereka tidak mengenal orang‑orang yang lalu‑lalang dan berpapasan sepanjang tangga yang mereka lewati pulang‑pergi ke kamar mereka. Kamar mereka terletak di lantai kedua menghadap laut. Juga menghadap ke taman rakyat dan monumen perang. Ada pohon palm besar‑besar dan pepohonan hijau lainnya di taman rakyat itu. Dalam cuaca yang baik biasanya ada seorang pelukis bersama papan lukisnya. Para pelukis menyukai pepohonan palm itu dan warna‑warna cerah dari hotel‑hotel yang menghadap ke taman‑taman dan laut.
Di depan monumen perang tampak iring‑iringan wisata­wan Italia membentuk barisan membujur untuk menyaksikan monumen itu. Monumen yang tampak kemerahan dan berkilauan di bawah guyuran hujan. Saat itu sedang hujan. Air hujan menetes dari pohon‑pohon palm tadi. Air berkumpul memben­tuk genangan di jalan berkerikil. Ombak bergulung‑gulung membuat garis panjang dan memecah di tepi pantai. Beberapa sepeda motor keluar dari halaman monumen. Di seberang halaman, pada pintu  masuk sebuah kedai minum, berdiri seorang pelayan memandang ke halaman yang kini kosong.
Si istri Amerika tadi berdiri di depan jendela memandang keluar. Di sebelah kanan luar jendela mereka ada seekor kucing yang sedang meringkuk di bawah tetesan air yang jatuh dari sebuah meja hijau. Kucing tadi berusaha menggulung tubuhnya rapat‑rapat agar tidak ketetesan air.
“Aku akan turun ke bawah dan mengambil kucing itu,” ujar si istri.
“Biar aku yang melakukannya untukmu,” kata  suaminya  dari tempat tidur.
“Tidak, biar aku saja yang mengambilnya. Kucing malang itu berusaha mengeringkan tubuhnya di bawah sebuah meja.”
Si suami meneruskan bacaannya sambil berbaring bertelekan di atas dua buah bantal pada kaki ranjang.
“Jangan berbasah‑basah,” ia memperingatkan.
Si istri turun ke bawah dan si pemilik hotel segera berdiri memberi hormat kepadanya begitu wanita tadi mele­wati kantornya. Mejanya terletak jauh di ujung kantor. Ia seorang laki‑laki tua dan sangat tinggi.
“Il piove,” ujar si istri. Ia menyukai pemilik hotel itu.
“Si, si, Signora, brutto tempo. Cuaca sangat buruk.”
Ia berdiri di belakang mejanya yang jauh di ujung ruangan suram itu. Si istri menyukai pria itu. Ia suka caranya dalam memberi perhatian kepada para tamu. Ia suka pada penampilan dan sikapnya. Ia suka cara pria tadi dalam melayaninya. Ia suka bagaimana pria itu menetapi profesi­nya sebagai seorang pemilik hotel. Ia pun menyukai ketuaannya, wajahnya yang keras, dan kedua belah tangannya yang besar‑besar.
Dengan memendam perasaan suka kepada pria itu di dalam hatinya, si  istri membuka pintu dan menengok ke­luar. Saat itu hujan semakin deras. Seorang laki‑laki yang memakai mantel karet tanpa lengan menyeberang melewati halaman kosong tadi menuju ke kedai minum. Kucing itu mestinya ada di sebelah kanan. Mungkin binatang tadi berjalan di bawah atap‑atap. Ketika si istri masih termangu di pintu masuk sebuah payung terbuka di belakangnya. Ternyata orang itu adalah pelayan wanita yang mengurusi kamar mereka.
“Anda jangan berbasah‑basah,” wanita itu tersenyum, berbicara dalam bahasa Itali. Tentu pemilik hotel tadi yang menyuruhnya.
Bersama pelayan wanita yang memayunginya si istri berjalan menyusuri jalan berkerikil sampai akhirnya ia berada di bawah jendela kamar mereka. Meja itu terletak di sana, tercuci hijau cerah oleh air hujan, tapi kucing tadi sudah lenyap. Tiba‑tiba ia merasa kecewa. Si pelayan wanita memandanginya.
“Ha perduto qualque cosa, Signora?”
“Tadi ada seekor kucing,” jawab si istri.
“Seekor kucing?”
“Si, il gatto.”
“Seekor kucing?” Pelayan wanita tadi tertawa. “Seekor kucing di bawah guyuran hujan?”
“Ya,” jawabnya, “di bawah meja itu”. Lalu, “Oh, aku sangat menginginkannya. Aku ingin memiliki seekor kucing.”
Ketika ia berbicara dalam bahasa Inggris wajah si pelayan menegang.
“Mari, signora,” katanya. “Kita harus segera kembali ke dalam. Anda akan basah nanti.”
“Mungkin juga,” jawab wanita Amerika itu.
Mereka kembali melewati jalan berkerikil dan masuk melalui pintu. Si pelayan berdiri di luar untuk menutup payung. Begitu si istri lewat di depan kantor, pemilik hotel memberi hormat dari mejanya. Ada semacam perasaan sangat kecil dalam diri wanita itu. Pria tadi membuatnya menjadi sangat kecil dan pada saat yang sama juga membuat­nya merasa menjadi sangat penting. Untuk saat itu si istri merasakan bahwa seolah‑olah dirinya menjadi begitu pentingnya. Ia menaiki tangga. Lalu membuka pintu kamar. George masih asyik membaca di atas ranjang.
“Apakah kau dapatkan kucing itu?” tanyanya sambil meletakkan buku.
“Ia lenyap.”
“Kira‑kira tahu kemana perginya?” tanya si suami sambil memejamkan mata.
Si istri duduk di atas ranjang.
“Aku sangat menginginkannya,” ujarnya. “Aku tidak tahu mengapa aku begitu menginginkannya. Aku ingin kucing malang itu. Sungguh tidak enak menjadi seekor kucing yang malang dan kehujanan di luar sana.”
George meneruskan membaca.
Si istri beranjak dan duduk di muka cermin pada meja hias, memandangi dirinya dengan sebuah cermin lain di tangannya. Ia menelusuri raut wajahnya, dari satu bagian ke bagian lain. Kemudian ia menelusuri kepala bagian belakang sampai ke lehernya.
“Menurutmu bagaimana kalau rambutku dibiarkan pan­jang?” tanyanya sambil menelusuri raut wajahnya kembali.
George mendongak dan memandang kuduk istrinya dari belakang, rambutnya terpotong pendek seperti laki‑laki.
“Aku suka seperti itu.”
“Aku sudah bosan begini,” kata si istri. “Aku  bosan kelihatan seperti laki‑laki.”
George menaikkan tubuhnya. Ia terus memandangi istrinya semenjak wanita itu mulai berbicara tadi.
“Kau cantik dan bertambah manis,” pujinya. Si istri meletakkan  cermin kecil dari tangannya dan berjalan menuju jendela, memandang keluar. Hari mulai gelap.
“Aku ingin rambutku tebal dan panjang agar bisa dikepang,” katanya. “Aku ingin seekor kucing duduk dalam pangkuanku dan mengeong waktu kubelai.”
“Yeah?” komentar George dari ranjangnya.
“Dan aku ingin makan di atas meja dengan piring perakku sendiri dan ada lilin‑lilin. Kemudian aku ingin mengurai rambutku lalu menyisirnya di muka cermin, dan aku ingin seekor kucing, dan aku ingin baju‑baju baru.”
“Ah, sudahlah. Ambillah bacaan,” tukas George. Lalu ia meneruskan membaca lagi.
Istrinya memandang keluar lewat jendela. Semakin gelap sekarang dan dari pohon‑pohon palm masih jatuh tete­san‑tetesan air.
“Baiklah, aku ingin seekor kucing,” ujar istrinya, “aku ingin seekor kucing. Saat ini aku ingin seekor kucing. Seandainya aku tidak bisa memiliki rambut yang pan­jang atau kesenangan lainnya, aku punya seekor kucing.”
George tak peduli. Ia membaca bukunya. Si istri memandang keluar lewat jendela di mana lampu telah menyala di halaman.
Seseorang mengetuk pintu.
“Avanti,” kata George. Ia mendongak.
Di pintu masuk berdiri seorang pelayan wanita. Ia membawa sebuah boneka kucing dari kulit  kura‑kura darat dan menyerahkannya ke depan.
“Permisi,” sapanya, “pemilik hotel ini mengutus saya menyerahkan boneka ini kepada Nyonya.”

ERNEST HEMINGWAY lahir di Illionis pada tahun 1898. Semula ia menjadi sukarelawan sopir ambulans pada masa Perang Dunia I. Sebagai seorang perantauan di Paris, ia meraih sukses pertama kali dengan ceritanya In Our Time. Di antara novel‑novelnya adalah The Sun Also Rises dan A Farewell to Arms. Di akhir hayatnya ia melakukan bunuh diri pada tahun 1961. Judul asli cerita ini Cat In The Rain, diambil dari buku Ernest Hemingway Short Stories hal 265‑268. Alih bahasa Syafruddin HASANI.

by http://safrie.wordpress.com/2009/04/24/kucing-kehujanan-cat-in-the-rain-oleh-ernest-hemingway/

Dunia Kecil

Malam pun tiba... Angin tertiup lirih mengantarkan udara dingin yang menyentuh tubuh ku... Berkelut dalam pikiran semu.. Sendiri, sunyi, sepi, dan diam... Secangkir kopi tak mampu temani ku malam ini... Menjauh dalam halayak ramai yang menginginkan ketenangan datang... :') P.E.R.C.U.M.A.
Aku seperti orang linglung... Aku melamun...
Ya.. kini ku sedang... Dimana sayap ku disaat aku mulai ada..?? Dimana sayap ku disaat aku bisa..??
Ya.. kini ku sedang... Dimana sayap ku disaat aku sudah...??
Ya.. kini ku sedang... Mengulang dan menata.... Banyak ranting- ranting rapuk disini...
Ku bersihkan dulu ya...?? Agar tak terlihat kumuh, kumal, dan bodoh...
Aku butuh beton... Tapi sayap ku... Haruskah ku bertatih-tatih mengangkat dan meletakkan beton itu...
Ya.. kini ku sedang... Mengulang dan menata... Banyak dinding- dinding yang kropos disini...
Ku bersihkan dulu ya...?? Agar tak terlihat betapa mudahnya dihancurkan...
Aku butuh beton... Tapi sayap ku... Haruskah ku bertatih- tatik mengangkat dan meletakkan beton itu...
Ya.. kini ku sedang...
Duduk diam pilihan ku... Menatap jendela pandangan kabur...
Ya.. kini ku sedang...
Menatap langit dan mengharapkan pangeran berkuda putih menghampiri ku...
Mengajak ku terbang melepas kesemuan hidup...
Menemukan dunia nyata yang lebih hidup..
Mendapat kan kenyamanan berasama hidup...