Rabu, 03 Desember 2014

Antropologi

“KESATUAN HIDUP LOKAL TRADISIONAL”

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah merupakan syarat mutlak untuk kesatuan hidup suatu komunitas atau kumpulan dari berbagai individu untuk membentuk kesatuan hidup. Orang yang tinggal bersama disuatu wilayah belum tentu merupakan satu kesatuan hidup apabila mereka tidak merasa terikat oleh rasa bangga dan cinta kepada wilayahnya. Sebagai suatu kesatuan manusia komunitas tentu saja memiliki rasa kesatuan seperti yang dimiliki hampir semua kesatuan manusia lainnya, namun perasaan dalam komunitas biasanya sangat tinggi sehingga ada rasa kepribadian kelompok, yaitu perasaan bahwa kelompoknya memiliki ciri-ciri kebudayaan atau cara hidup yang berbeda dari kelompok lainnya.
1.2 Masalah dan Sub-Masalah
Adapun masalah yang dibahas pada pembahasan di Bab 3 adalah didalam kesatuan masyarakat kecil sering kali terdapat individu yang menganggap bahwa tolong-menolong dalam masyarakat local tradisional atau kelompok masyarakat kecil terdorong karena spontanitas. Adapun sub-masalah yang kami paparkan adalah sebagai berikut:
·         Apa saja  bentuk komunitas kecil ?
·         Bagaimana bentuk solidaritas dalam masyarakat kecil
·         Bagaimana bentuk pelapisan social
·         Bagaimana sistem pimpinan masyarakat dalam masyarakat kecil
·         Sistem pengendalian social.
1.3 Tujuan
            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas diskusi dari mata kuliah pengantar Antropologi dan untuk mengetahui kesatuan hidup local yang ada pada masyarakat tradisional.

1.4 Manfaat
Dengan penulisan makalah yang berjudul “ kesatuan hidup local tradisional” diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
·         Manfaat teoritis
Dengan penulisan makalah ini kami dapat memperluas pengetahuan mengenai permasalahan kesatuan hidup local tradisional yang ada pada suatu wilayah dan lebih khususnya adalah materi pembelajaran mata kuliah pengantar antropologi.
·         Manfaat praktis
Setelah mengkaji permasalahan yang ada pada kesatuan hidup local tradisional kami dapat memberikan solusi agar permasalahan itu tidak ditemukan dimasa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kesatuan hidup local tradisional
Kesatuan hidup local tradisional berbeda dengan kelompok kekerabatan, kesatuan hidup social ini tidaklah semata-mata berdasarkan ikatan kekerabatan tetapi lebih didasarkan tempat tinggal (wilayah). Sebagai suatu kesatuan manusia komunitas tentu saja mempunyai rasa kesatuan seperti yang dimiliki semua kesatuan manusia lainnya. Bentuk dari komunitas ada bermacam-macam, ada yang besar seperti kota tetapi ada juga komunitas kecil yaitu desa, Rt dan sebagainya. Komunitas kecil selain memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·         Para warganya saling mengenal dan bergaul secara intensif,
·         Karena kecil maka setiap bagian yang ada didalamnya tidak terlalu berbeda antar yang satu dan yang lainnya.
·         Para warganya dapat menghayati berbagai lapangan kehidupan mereka dengan baik.
(Koentjaraningrat,2005:144)

“different local or community premises kinship group. As a union man, a community that would also have similar feelings of unity with almost all other human unity, but unity in the community very hard so a sense of unity was a sentiment of unity.”



BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bentuk-bentuk Komunitas Kecil
Bentuk-bentuk komunitas kecil ada dua yaitu kelompok berburu dan kelompok desa.
·         Kelompok berburu
Kelompok berburu yaitu kelompok yang bermata pencahariaan sebagai pemburu dan peramu, dan berpindah-pindah tempat dalam batas suatu wilayah tertentu. Kelompok ini biasanya terdiri dari 80 sampai 100 jiwa, biasanya jumlah itu tidak mutlak. Dalam musim berburu kelompok-kelompok kecil seperti itu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain untuk memburu dan meramu tumbuhan-tumbuhan liar.
·         Kelompok Desa
Sebagian besar desa-desa di Indonesia merupakan kelompok-kelompok perkampungan tetap yang dihuni sepanjang tahun. Terutama didaerah-daerah pertanian menetap, desa adalah pusat kehidupan para petani. Di daerah pegunungan, desa sering kali berlokasi di lembah-lembah (yang sebenarnya merupakan daerah aliran sungai) atau di tepi danau.
3.2 Solidaritas dalam Masyakat Kecil
Dalam komunitas kecil, system gotong royong (bantu-membantu) dalam menyelesaikan pekerjaan sering kali menimbulkan salah paham karena sering kali system gotong royong itu dianggap oleh sebagian kecil dari masing-masing individu hanya karena keinginan spontan untuk berbakti pada sesama warga. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, menurut penelitian para ahli antropologi social dan sosiologi menunjukkan bahwa system tolong-menolong itu didasari karena rasa saling membutuhkan.
Sistem gotong royong yang menjadi ciri khas diderah pedesaan semakin lama dirasakan semakin hilang karena didalam kehidupan modern banyak anggota masyarakat menganggap bahwa masyarakat madani adalah masyarakat yang maju dalam peradaban sehingga mengabaikan system gotong royong.
3.3 Sistem Pelapisan Social
Dalam hampir masyarakat didunia baik yang sangat sederhana maupun yang sangat kompleks, ada perbedaan dalam hal kedudukan dan status social. Perbedaan dalam hal inilah yang menjadi dasar dari gejala pelapisan social. Sebab-sebab terjadinya pelapisan social adalah sebagai berikut:
·         Kualitas serta keahlian
·         Senioritas
·         Hubungan kekerabatan
·         Pengaruh dan kekusaan
·         Pangkat
·         Kekayaan
3.4 Pimpinan masyarakat
Pimpinan dalam suatu masyarakat dapat berupa kedudukan social. Seorang pemimpin harus dapat membangkitkan masyarakat atau kesatuan-kesatuan social khusus dalam masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan social.                                  
3.5 Sistem-sistem Pengendalian Social
Kehidupan suatu masyarakat secara garis besar mematuhi seperangkat tata tertib atau yang sering kali disebut adat istiadat dalam kenyataan adalah cita-cita, norma, pendirian, keyakinan. Sikap, peraturan, hukum dan undang-undang yang mendorong tingkah laku manusia. Adat istiadat dalam suatu masyarakat dipahami warganya dengan cara belajar yang dimulai sejak lahir hingga akhir hayat mereka.
Cara pengendalian social yang dilakukan untuk mengendalikan ketegangan-ketegangan social yaitu:
·         Mempertebal keyakinan akan kebaikan dan manfaat dari istiadat
·          Memberi ganjaran kepada warga masyarakat yang taat pada adt istiadat
·         Mengembangkan rasa malu untuk menyeleweng dari adat istiadat
·         Mengembangkan rasa takut untuk menyeleweng dari adat istiadat karena adanya ancaman.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Didalam masyarakat pedesaan atau lebih khususnya di dalam masyarakat komunitas kecil tolong menolong merupakan suatu hal yang sangat menonjol, akan tetapi system tolong menolong atau gotong royong ini sering disalah pahami karena sebagaian orang sering menganggap bahwa tolong menolong hanya karena mereka terdorong oleh keinginan spontan untuk berbakti kepada sesama warga, akan tetapi menurut para ahli antropologi social dan sosiologi menunjukan bahwa  saling tolong menolong itu didasari rasa saling membutuhkan.
4.2 Saran
            Agar kesatuan lokal tradisional dalam masyarakat tetap terjalin,masyarakat harus tetap melestarikan aspek-aspek yang merupakan menjadi ciri-ciri dari kesatuan hidup lokal tradisional tersebut. misalnya gotong –royong dalam melakukan sesuatu. Tetapi dalam hal hal ini sebaiknya masyarakat tidak menutup diri untuk berinteraksi dengan masyarakat yang berada diluar daerah tersebut agar masyarakat yang hidup dalam kesatuan hidup lokal tradisional tidak ketinggalan dalam perubahan sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Koenijaraningrat.(1993). Kebudayaan,mentalis dan Pembangunan,xvi. 
Jakarta : PT Gramedia Pustaka utama.



by http://arismanpuput.blogspot.com/2013/07/antropologi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar