SBY Takut RMS
Dalam catatan pendek di 19 Oktober 2010 pada 1:05 am
Presiden
SBY membatalkan kunjungannya ke Belanda karena takut dengan RMS. Desas
desus beredar kalau beliau akan ditangkap setiba di negeri kincir angin
tersebut. Serunya! Pembatalan ini justru terjadi ketika iring-iringan
rombongan presiden sedang menuju Halim Perdana Kusuma.
Dalam keadaan begini, sontak membangkitkan rasa nasionalis kita. Ada
urusan apa Belanda kok tiba-tiba mau menangkap presiden kita. Ini sama
saja kalau mereka menginjak-injak harga diri kita sebagai sebuah negara
berdaulat. Presiden adalah simbol negara yang harus dijaga, baik itu di
negeri sendiri maupun di luar negeri.
Pemerintah Belanda tidak seharusnya memberi peluang kepada gerakan
separatis RMS. Apalagi jika sampai membahayakan keselamatan tamu
negaranya. Kalau hal seperti ini dibiarkan bisa saja memicu ketegangan
hubungan antara kedua negara.
Toh selama ini perlakuan pemerintah terhadap tamu-tamu negara
termasuk Belanda sudah sangat baik. Keselamatan tamu negara, baik itu
presiden maupun pejabat lainnya selalu menajdi prioritas penting.
Presiden SBY pun seyogyanya tak perlu takut dengan gertakan dari RMS.
Sedikit saja kita memperlihatkan rasa “takut” bagi mereka sudah berarti
kemenangan besar. Mereka selama ini berusaha memainkan isu di luar
negeri karena memang di tanah air sendiri “jualan” tersebut sudah kurang
laku lagi. Masyarakat sudah cerdas memilih mana dan tidak gampang lagi
dipropaganda.
Masalahnya, sisa-sisa pendukung RMS yang nota bene adalah mantan KNIL tetap menuntut tanah harapan yang telah dijanjikan. Inilah sebenarnya substansial dari munculnya gerakan separatis RMS. Bisa saja pemerintah meninjau kembali tuntutan tanah yang dijanjikan tersebut dengan syarat mutlak tidak mengorbankan NKRI.
Pemerintah Belanda pun tidak punya hak untuk mengatur apalagi mengobok-obok kedaulatan negara kita. Dengan mencoba meminjam kaki tangan RMS di pengasingan bukan berarti mereka leluasa memainkan peran ganda. Indonesia tentuya harus tegas dalam hal kedaulatan negara. Negara manapun yang mencoba mengintervensinya tentu tidak bisa ditolerir.
Pemutusan kerjasama yang terbatas antar kedua negara bisa saja
ditempuh guna mengingatkan bahwa kita tidak main-main dengan kedaulatan
negara. Hal ini harus dilakukan untuk memperlihatkan kepada negara lain
bahwa Indonesia tidak suka dengan perlakuan seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar